Keman Kades Tempuran |
BLORA,POJOKBLORA.ID - Petani Milenial merupakan petani yang respect dengan teknologi, mulai dari teknologi pupuk, teknologi pertanian, termasuk teknologi pengaturan pasca tanam.
Dalam artian juga teknologi tersebut bukan hanya dalam bentuk mesin, melainkan teknologi pertanian modern yang mengarah pada pengelolaan tanahnya, mulai dari pupuk, bibit unggul, dan mungkin komoditas-komoditas yang memang nilai jualnya tinggi.
Saat ini petani di Blora masih bisa dikatakan petani monoton dengan konsep otodidak, yakni turun temurun dari orang-orang yang dituakan, sehingga masih sensitif dengan teknologi.
"Petani milenial bagi saya petani sekarang kan masih monoton dengan pelajaran otodidak semacam turun temurun. Kalau petani monoton dengan artian 'panen wareg' itu tidak akan maju. Sehingga kalau seperti padi dan jagung yang merupakan pokok pangan itu hanya petani yang memang harganya sudah ditata. Artinya ketika terjun itu nominalnya antara kos dengan hasilnya tidak seimbang makanya generasi petani milenial harus dipersiapkan pemudanya." Ungkap Kades Tempuran, Kecamatan. Blora, Keman. Senin (15/7/2024).
Tidak adanya generasi petani milenial dapat dikatakan sebagai permasalahan nasional, khususnya di Desa Tempuran yang dimana pemuda tidak mau terjun dalam ranah pertanian. Ini merupakan masalah luar biasa jangka panjang, karena kebutuhan hidup mulai pangan harus dari pertanian. Jadi ketika generasinya tidak mood dengan pertanian, nanti masalah pangan akan suram.
"Indonesia merupakan negara agraris, kalau petani-petaninya itu hanya orang tua-tua saja, kalau besok orang tua sudah habis terus generasinya petani bagaimana makanya yang perlu diprihatinkan itu sebenarnya."
"Di Tempuran sendiri tidak ada sama sekali pemuda yang terjun di pertanian. Padahal itu justru merupakan bisnis, dengan penyediaan alsintan modern sehingga tidak harus susah payah untuk mengolah tanah." Pungkasnya.
Keman menjelaskan untuk program saat ini dengan mulai menggiring mindset dengan mengadakan pendampingan menggunakan media sosial berupa Whatsapp Group untuk saling tukar pikiran dengan harapan terjadi komunitas-komunitas petani yang memang akan digunakan untuk menjadi pilot projectnya.
"Sehingga saat ini mengandalkan media sosial berupa Whatsapp Group yang digunakan untuk sharing di arah pertanian selama 4 bulan yang berisi mulai dari teori, praktek lapangan, hingga hasilnya untuk membuka mindset pemuda-pemuda bahwasannya petani itu justru bisnis bukan hanya sekedar mencari makan." Pungkasnya.(Agung)